“yeeachhh…
Aku lelah dengan semua ini.. Aku lelah kau biarkan seperti ini” Dengusku dalam
hati. Aku memang lelah diperlakukan seperti ini terus. Berjalan mengalir
mengikuti aliran air yang entah akan membawaku kemana. Sebut saja namaku Aifa.
Berawal dari mengagumi seseorang yang sebelumnya belum pernah aku jumpai
meskipun hanya dalam mimpi. Oh Tuhan… Bodohkah aku ??? Harus menunggu seseorang
yang tak memberiku secara pasti setangkai bunga atau tidak.
Hari
telah berganti,, aku mulai sejenak berbaring dalam seprai hamparan karangan bunga mawar putih.
“Kriiiiiiing….” Tenyata HP ku bunyi ? “ Mungkin Tata yang ngajak keluar,biarlah
aku males..”. Tata sahabat terbaikku selama aku di Kota Kembang ini. Sahabat
terbawel namun juga tersayang sama aku.
Sebut
saja dia Mas Adnan, sosok yang selama ini diam-diam aku kagumi dan tak lama
kemudian aku menaruh hati padanya. Cowok yang bener-bener lugu ,sopan dan
apalah-apalah. Kumbang yang diam-diam aku perhatikan saat dia terbang di sekitarku.
Kini
dentang jarum jam menunjukkan pukul 10.53 WIB, tepat disaat aku sedang
mendengarkan presentasi mata kuliah Psikologi, tiba-tiba …Kriiiiiiing … “
Assalamualaikum “. Aku bener-bener terhentak, tapi juga begitu senang,
bagaimana tidak? Dia mengiriman short
massage untukku. “ Waalaikumsalam, pulangkah Mas dirimu ? Bagaimanakah
keadaan dirimu di sana ? aku merindukanmu ”. Tanpa pikir panjang aku
membalasnya seperti itu, tanpa menyadari kalau dia bukanlah siapa-siapa. “
Enggak kok, aku gak pulang, Alhamdulilah aku baik-baik saja..” Seperti biasa
Mas Adnan entah masih bergelut dalam dunia keluguannya ataukah memang kurang
peka ataukah yang lainnya yang penting aku mencintainya. “ ouhh..ya sudah”.
Hanya itu SMS terakhir yang aku terbangkan untuknya. Aku tak berani mengatakn
kalau aku mengaguminya,kalau aku menyayanginya, hanya Tuhan dan sajak-sajak
usangku yang mengetahui semua itu.
***
Hari demi hari telah
terlewati bersama nyanyian dan lolongan anjing malam yang masih setia menemaniku.
Dibawah kibaran kelambu merah jambu dan sebuah lampion merah tua aku kembali
menuliskan sajak usangku dan berharap ada malaikat yang brbaik hati untuk
mengirimkannya untuk Mas Adnan di luar kota sana.
Aku
merindukanmu dengan air mata kaca
Menunggumu
dengan goresan remang kelabu
Kau
selipkan cahaya remang-remang
Dengan
arah yang kian mengelana
Aku
hanyalah setangkai mawar berduri
Setangkai
mawar yang ingin kau petik dan kau bawa pulang
Dan
akhirnya kau izinkan aku masuk dalam lantunan doamu.
“ Aku berdoa agar engkau sehat,dan cepat pulang “ Sekali lagi
aku mengirimkan kata itu untuknya. Mungkin pembaca berfikiran kalau aku cukup
agresif dalam perasaan,namun itulah yang terselip dalam hatiku, berharap dia
merasakan hal yang sama padaku dan sedikit peka tentangku. “ Tata… Kesini sih..
ke kosku,temani aku mala m ini “
telvonku untuk Tata disana “ Maaf Fa.. Aku banyak tugas “. Lengkap sudah
kesunyianku sekarang. Hanya berdiri memandangi bntang-bintang yang seakan
mengerti kegundahan hati si gadis muda berambut hitam panjang ini.
“ Kriiinggggg… kriiiiing…. Kriiiing “ bunyi HP yang segera
memutuskan kegalauanku, segera ku cari dan ku dapatkan sumber bunyi yang
membuatku terganggu. Haah… Mas Adnan menelvonku..?? Meski gugup dan mukaku
berubah bak power ranger aku memberanikan diri untuk mengangkatnya “ Haloo..
assalamualaikum Mas ?”. “Waalaikumsalam, apa kabarmu ? “ suara itu mengalun
dari kejauhan.” Alhamdulilah Mas baik kok, kamu sendiri ? ada apa mas ? tumbe
telvon ?” Panjang kali lebar kali tinggi jawabanku. “Alhamdulilah aku sehat
kok, aku hanya ingin mengabarimu kalau untuk sekarang ini aku pengen
sendiri,tolong mengertilah”. Aku kaget bukan main dibuatnya, aku tak tahu
dengan dasar teori apa dia berbicara seperti itu “ hah ??? Tapi kenapa mas ?
Aku salah apa ? aku minta maaf ‘’. “Suatu saat aku pasti akan memberi tahumu”.
“ Tapi….”. Tuuuuuuuuuut….. Mas Adnan memutuskn via suara itu. Layu sudah
hidupku sekarang, tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa berdo’a semoga dia
lekas memberiku kabar.
Hari demi hari, minggu demi minggu dan akhirnya bula demi bulan
telah terjajaki satu persatu. Aku masih dalam kelayuanku tanpa arah tentang
sikapnya. Terdiam dalam hamparan padang kegalauan. “ Udahlah Fa.. kan masih
banyak cowok yang lain yang pantes lu cintai dan tentunya bisa mencintai lu
juga, tanpa buat lu kayak wayang seperti ini “. Itulah ucapan-ucapan Tata yang
mencoba memberiku semangat, namun aku hanya memberikan sedikit ujung senyumku
untuk kata sepanjang itu.
Tok.. Tok.. Tok.. Suara pintu kosku tanda ada tamu yang akan
mencariku “ Selamat pagi mbak, saya dari
kantor pos ingin mengantarkan surat ini untuk mbak, tolong diterima dan tanda
tangan disini ya ?”
Lima
menit kemudian bapak pos itu lambat laun menghilang mengantarkan surat-surat
berikutnya. Mungkin ini adalah surat pertama yang aku terima, entah dari siapa
namun aku sangat senang, ya tidak lebih karena mendapat sepucuk surat pertama.
Untuk Aifa,
Bandung
Assalamualaikum Dek,
kaifa haluki ukhtiy ? maaf aku tak
bisa menghubungimu secara langsung, aku hanya bisa menghubungimu lewat sepucuk
surat ini. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu sama kamu tentang keinginanku
untuk menyendiri, bukan maksud apa-apa dek, aku tak mau keluargaku tau tentang
kamu, aku tak mau dianggap tak sungguh-sungguh belajar di sini, dan akhir-akhir
ini keluargaku sudah sering menanyakan siapakah kamu itu? Aku bener-bener tidak
bisa, aku harap kamu ngerti.
Wassalamualaikum
Jakarta,19 April 2009
Adnan
Ingin
aku meremas surat itu, lantas aku membuangnya jauh-jauh dari mukaku, ingin aku
berteriak sekuat mungkin mewakili geramnya perasaanku saat ini. Apa aku seburuk
nenek-nenek tua yang ringkih yang tak pantas dikenalkan dan diketahui orang
tuanya? Apa aku terlalu muda untuk mengenal kata cinta ? Entahlah, saat ini aku
hanya ingin menangis sekuat-kuatnya. Penantianku selama ini yang di ujung
rambut, kini akhirnya jatuh juga dengan cara yang tidak aku suka. Aku benci
kamu Mas, aku benci kamu, namun aku juga sayang sama kamu. Sayang banget meski
aku belum bertemu langsung denganmu.
“Bisa
gak Ta kamu kesini, gua pengen keluar, lagi jenuh” Cuma kalimat itu yang
sedikit bisa menenangkanku setelah aku meraih SmartPhone putihku. “iya Fa, tapi
bentar ya, lima menit aku nyampek kok, kamu kenapa ?”. “ sudahlah cepet kesini
saja” geramku yang mulai meningkat.
Kini
aku bersama Tata, aku meluapkan semua kekecewaanku, tangisku dan seluruh luapan
isi hatiku. Kita yang sama-sama cewek yang pastinya tak semua cewek mau
diperlakukan seperti itu_seperti halnya aku, ingin rasanya aku langsung terbang
ke Jakarta menemui Mas Adnan dan meminta penjelasannya. Namun Tata mencoba membelaiku dengan
wejangan-wejangan hangat yang membuatku sedikit lega.
“
kita ini cewek,Fa...emang kita punya
perasaan dan punya hak untuk dicintai, namun kita juga harus ingat, bahwa kita
tidak bisa memaksakan kehendak kita saat ini juga. Mngkin Adnan punya alasan
yang lebih kuat yang gak bisa di kasih tau lu, atau mungkin dia bener-bener
pengen focus pada studinya dan ingin membuktikan pada bokap nyokapnya. Kita
juga harus ngerti itu, kita kaum cewek gak oleh egois dengan perasaan kita”.
Aku
menatapnya dalam-dalam, mencoba berfikir dan memaknai kata-kata yang barusan
keluar dari bibir kecilnya. Aku menghela nafas dalam-dalam, mencoba memaknai
barisan-barisan kata dalm surat yang tadinya sudah aku remas dan ingin aku
buang jauh-jauh.
“
kamu bener Ta, mungkin jika aku di posisinya Mas Adnan, aku juga akan seperti
itu Ta, aku mungkin yang terlalu egois dan terlalu agresif dengan perasaanku,
makasih ya..” aku memeluk Tata denagn hangat, dia pun membiarkanku tenggelam
dalam pelukannya karena dia tahu sebenarnya aku masih terluka akan kenyataan
yang ada saat ini. Sosok yang selama ini aku puja, sosok yang selama ini aku
nanti, sosok yang selama ini aku kira memberiku lampu hijau untuk masuk dalam
kehidupannya, namun hanya memberiku lampu hijau dalam diary teman-temannya.
***
Dua
bulan sudah aku mulai belajar move on dari Mas Adnan, aku yang biasanya selalu
kepo dengan update-update tan status terbarunya, kini mencoba biasa, mulai
belajar membuka lembaran baru, meski tak dapat dipungkiri Karena setitik nira
yang ku buat, kini hubunganku dengan Mas Adnan mulai renggang, kami yang
biasanya selalu bercerita tentang liburan masing-masing dengan pendakian di
berbagai daerah, saling bercerita tentang wisata alam yang ada di daerah kita
sampai kita yang selalu mengisi kesendirian satu sama lain walau sekadar
mengirim SMS berisi bualan-bualan kuno dan kaku. Aku merusaknya dengan
perasaanku yang salah faham tentang dia yang terbuka dan selalu memberiku
waktunya luangnya untukku.
Semarang,
16 April 2016
Pukul
22.52
“Cerita pendek ini aku tulis sebagai kenang-kenangan
terindah buat seseorang yang mengajarkanku tentang memanfaatkan waktu sebaik
mungkin selama kita bisa.
Semoga apa yang kamu inginkan tercapai, aku hanya bisa
mendoakanmu dan cerpen ini untukmu yang dulu memintaku untuk mengirimkannya
untukmu. Meski terlambat”.
0 komentar:
Posting Komentar